Home » » Aku Lebih Menyukai Malam

Aku Lebih Menyukai Malam

Rasanya sudah lama sekali aku tak berkaca di siang hari. Jika malam, wajahku begitu sempurna, tanpa titik ataupun garis. Entah memang ketebalan dempul atau memang karena malam tak seterang siang. Meski tampak buram dan remang-remang, tapi jujur aku lebih suka malam. Malam membuatku bebas. Bebas melayang, bebas bicara, bebas tersenyum bahkan tertawa, bebas berekspresi, bebas meraup rejeki. Hanya satu musuh bebuyutan, pamong praja yang suka memeras. Memeras uang dan tubuhku secara bergantian.

Siang sungguh menyilaukan, panasnya menggarang, suaranya memekak telinga, dan selalu berhasil membelengguku, terikat oleh pasung norma dan peradaban yang munafik. Sedangkan aku mana kenal moralitas-moralitas segala. Jika boleh meminta pada Tuhan, aku ingin kehidupan di bumi dua puluh jamnya malam dan sisanya siang. Tapi penghuni siang melarangku menyebut kata Tuhan, kata sakral itu menjadi haram jika keluar dari bibir sensualku. Kata mereka bibirku sudah dirancang hanya untuk merayu, mendesah, seperti menghisap nikotin. Tak tahukah mereka bahwa yang kurayu adalah suami mereka? Tak tahukah mereka bahwa yang membuatku mendesah adalah sentuhan suami mereka? Mungkin malah punya anak lelaki, ayah dan ayah mertua mereka.

Dibawah remang rembulan, aku berkaca pada manisnya hidup. Melupakan pahitnya siangku, melupakan tamparan seorang perempuan yang sempat mendarat di pipiku tadi siang. Perempuan gempal berkulit hitam yang mengaku suaminya sudah kepincut sama aku dan berniat menjadikanku istri ke duanya. Aku yang lemah karena sinar mentari tak mampu melawan, meski dengan ucapan. Hanya mengejek dalam hati, "Pantas saja suiamimu suka jajan, rupanya kaupun jarang berkaca di siang hari. Lihat saja tampangmu!"

Beberapa malam ini memang ada seorang lelaki yang begitu royal padaku. Bukan saja membayar tenagaku setelah tidur denganku, tapi membelikanku banyak barang. Mulai pakaian, kosmetik bahkan membayar kosanku untuk bulan depan. Bahkan ingin menikahiku. Berkali-kali, kujawab bahwa, "Aku hanya mau jadi pelacurmu dan bukan jadi bulan-bulanan istrimu."

Aku adalah milik umum, aku adalah pelacur bebas tanpa ikatan. Bebas meraup rejeki di malam hari, untuk melanjutkan hidup di siang hari, meski selalu dibelenggu dan diikat oleh pasung norma dan peradaban yang munafik.
Share this article :
 
Copyright © 2013. DUNIA AGATOSSI - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger